Ibu,
semenjak dirimu pergi aku sudah berusaha menjadi anak yang kuat dan tak mudah
menyerah. Dan itu berhasil aku jalani hingga saat ini. Meskipun kata orang
kalau anak bungsu itu identik dengan anak manja, tapi aku berhasil membuktikan
pada orang kalau tidak semua anak bungsu itu manja. Bahkan teman-temanku
mengenal diriku adalah sosok yang tegar, tak pernah sedih dan aku selalu punya
cara untuk mengatasi masalah sendiri tanpa harus merepotkan orang lain. Ibu,
dulu ketika aku bermain saat masih kecil dan anak lain menggangguku, lalu aku
mengadu kepadamu. Engkau selalu mengatakan jadilah anak yang kuat yang bisa
menghadapi masalahnya sendiri, jangan selalu menggantungkan diri pada orang
lain karena suatu saat tali gantungan itu bisa putus. Benar apa kata ibu, tali
itu benar-benar telah putus dan aku tak tahu cara menyambungnya bahkan aku tak
menemukannya lagi.
Ibu
sekarang aku sudah dewasa, dan menjadi apa yang ibu inginkan. Menjadi pendengar
yang baik bagi teman yang ingin berbagi denganku. Semoga ibu bahagia
mendegarnya. Tapi sekarang aku butuh
pendengar itu. Sayang, ibu terlalu cepat pergi jadinya aku tak bisa bercerita
padamu. Ibu, hujan kristal bening yang jatuh 5 tahun yang lalu kini kembali menghujaniku
hingga aku basah kuyup kedinginan. Aku bahkan tak punya payung untuk
menghalangi hujan membasahiku. kata-kata nasehatmulah ibu yang aku jadikan
jubah untuk menutupi pakaianku yang basah karena hujan kristal bening itu agar
orang melihatku sedang tidak terjadi sesuatu. Ibu aku sudah tahu bagaimana melakukan
perjalanan yang jauh dan cara mempersiapkan bekal agar tidak kelaparan di
tengah perjalanan seperti yang ibu ajarkan dulu. Sabar adalah senjata pertamaku
untuk mampu menelan kapsul kehidupan yang pahit. Doa dan ikhtiar yang menjadi
penawar rasa pahit yang masih tertinggal di tenggorokanku. Tapi ibu, Ikhlas adalah senjata yang sulit aku keluarkan
ibu, meskipun kata orang-orang itu mampu menghancurkan kapsul tanpa ada sisa rasa
pahit yang tertinggal.
Ibu,
aku sungguh rindu padamu
Aku
rindu suaramu
Aku
rindu senyumanmu
Aku
rindu tatapan matamu
Aku
rindu kelembutan tanganmu
Aku
rindu menatap wajahmu
Ibu
aku rindu dengan canda tawamu
Ibu
aku rindu dengan nasehat-nasehatmu
Ibu,
aku sungguh mencintaimu
Ibu,ibu,
ibu begitu aku selalu memanggilmu
Dulu
ibu yang selalu menyebut-nyebut namaku dalam setiap doamu.
Sekarang
giliran aku yang selalu menyebut namamu dalam setiap doaku.
Ibu,
tangan ini terus bergetar saat mengukir namamu di atas papan “qwerty”.
Kristal
bening itu terus mengalir saat menyebut namamu.
Ibu,
suatu saat aku juga akan mengakhiri perjalanan ini karena telah sampai tujuan.
Ibu
aku selalu memintaNya untuk dapat mempertemukan kita kelak di JannahNya. Aamiin.
#HARNIA
Kamar kost pondok cabbenge sahabat 1
Senin, 09 desember 2013: 19.20 Wita